Thursday, December 18, 2008

TANYA JAWAB DENGAN DR. JAMES DOBSON

Berikut intisari tanya jawab dari penanya (P) kepada Dr. James Dobson (JD), seorang yang ahli dalam pengembangan anak. Intisari tersebut diambil dari buku Berani Menerapkan Disiplin, karangan James Dobson sendiri.

P: Apakah ada umur-umur tertentu di mana kita boleh mulai menerapkan spanking (pemukulan bagian pantat atau paha) pada anak? Dan pada umur berapa kita harus berhenti?

JD: Tidak ada alasan apapun untuk memukul bayi atau anak kecil di bawah usia 15 bulan sampai 18 bulan. Bahkan mengguncang bayi keras-keras saja bisa mengakibatkan kerusakan pada otak, hingga kematian pada usia semuda itu. Tetapi menjelang usianya yang ke 2 tahun, seorang anak sudah mampu mengetahui apa yang Anda perintahkan untuk mereka lakukan atau tidak boleh dilakukan. Karena itu mereka sudah mulai diajar bertanggungjawab atas perilaku mereka. Andaikan seorang anak menjangkau stop kontak atau apapun yang dapat mencelakakan mereka. Anda sudah mengatakan "Tidak!" tetapi dia hanya menengok ke arah Anda dan melanjutkan tindakannya meraih stop kontak itu. Anda bisa melihat senyumnya yang sengaja menentang di wajahnya . . . aku menyarankan Anda untuk memencet jari-jarinya, cukup untuk membuatnya terkejut dan jera. Rasa sakit yang sedikit pada usia semuda itu akan selalu diingatnya dan mulai memperkenalkan kepada anak-anak realitas dunia serta pentingnya mendengarkan apa yang dikatakan oleh orangtuanya.

Sebagai petunjuk umum, saya menganjurkan bahwa sebagian besar hukuman badan dihentikan sebelum anak menginjak kelas satu (6 tahun). Sejak itu pendisiplinan melalui spanking sebaiknya makin berkurang dan berhenti sama sekali pada waktu anak itu berumur antara 10 dan 12 tahun.

P: Haruskah anak diberi tindakan disiplin karena mengompol saat tidur? Bagaimana kita bisa mengatasi masalah yang sulit ini?

JD: Kecuali kalau mengompol itu terjadi sebagai tindakan perlawanan yang disengaja pada saat dia terbangun, mengompol di tempat tidur sebenarnya adalah perbuatan yang tidak disengaja, dan karena itu anak tidak harus mempertanggungjawabkannya. Tindakan pendisiplinan di bawah kondisi seperti itu tidak bisa dimaafkan dan bahkan berbahaya. Anak itu sudah merasa malu sendiri karena dia terbangun dalam keadaan basah, dan semakin bertambah umurnya, semakin dia akan merasa malu. Anak-anak yang mengompol sewaktu tidur membutuhkan perhatian dan kesabaran yang cukup dari orangtuanya, dan mereka harus menyembunyikan masalah tersebut dari orang-orang yang menertawakan anak itu. Bahkan humor yang dilandaskan itikad baik di dalam rumah cukup menyakitkan kalau menyinggung perasaan anak itu.

Mengompol waktu tidur sudah sering menjadi subjek penelitian, dan ada beberapa penyebab yang berbeda-beda dalam kasus-kasus individu. Faktor pertama, bisa jadi masalahnya terletak pada masalah fisik. Mengompol diakibatkan oleh tekanan pada kandung kencingnya, atau masalah fisik lainnya. Seorang ahli kesehatan anak atau ahli urologi mungkin perlu diminta pendapatnya dalam diagnosa dan mengatasi masalah tersebut.

Faktor kedua, adalah masalah emosional. Perubahan-perubahan psikologis dalam lingkungan rumah tangga bisa menyebabkan kencing tak terasa di tengah malam. Atau faktor ketiga, faktor yang paling umum, masalah kebiasaan. Selama masa-masa balita, mereka mengompol semata-mata karena mereka belum mampu mengendalikan kandung kemih mereka pada malam hari. Karena itu beberapa orangtua mulai secara rutin membangunkan anak-anak pada malam hari untuk kencing di WC. Saat itu anak masih setengah tidur. Nah ketika balita itu makin besar dan kebutuhan untuk kencing pada malam hari makin meningkat, dia sering bermimpi disuruh kencing di WC. Karena kebiasaan di masa lalunya, dia merasa bahwa seolah-olah dia sedang dipaksa menuju ke WC.

Ada beberapa jalan keluar yang mungkin berhasil, seperti misalnya dengan memasang alat listrik yang akan membangunkan anak itu setiap kali kandung kemihnya sudah penuh. Bila masalahnya tetap tak terpecahkan, dokter ahli penyakit anak atau ahli psikologi anak dapat membantu Anda menemukan solusi. Sementara itu, penting sekali untuk membantu anak mempertahankan harga dirinya, meski dia memiliki masalah yang memalukan itu. Dan bagaimana pun juga jangan tunjukkan rasa tidak senang Anda kalau memang ada.


P: Berapa lama anak dibiarkan menangis setelah menerima tindakan disiplin atau spank? Perlukah ada batasnya?

JD: Ya, menurutku perlu dibatasi waktunya. Selama air mata masih mengalir, yang merupakan tanda pelepasan emosi yang murni, kita biarkan saja dulu. Tetapi menangis bisa berubah dari tangisan dari dalam, menjadi ungkapan protes yang bertujuan menghukum pihak lawannya. Menangis yang sesungguhnya biasanya berlangsung dua menit atau bahkan kurang, tetapi bisa berlanjut sampai lima menit. Sesudah itu, anak hanya komplain saja, dan perubahan tersebut bisa dideteksi dari nada dan intensitas suaranya. Aku akan menyuruhnya menghentikan tangisan protes tersebut, biasanya dengan memberinya apa yang telah membuatnya mengeluarkan air mata itu sedikit lagi. Dalam situasi yang tidak terlalu antagonistis, tangisan itu bisa dihentikan dengan mudah, dengan mengalihkan perhatian anak ke hal yang lain.

No comments: