Thursday, July 19, 2007

TERUS MENCARI DAN MENCARI TERUS

Baru-baru ini, Tuhan memberi saya kesempatan untuk mengunjungi seorang jemaat yang terserang kanker secara intensif. Ia sudah bertahun-tahun menjalani kemoterapi di luar negeri. Alhasil, rupanya kemoterapi tersebut tidak membuahkan hasil yang maksimal. Lalu, keluarga pun mencari pengobatan di tanah air Indonesia. Dari kota A ke kota B, mereka terus mencari dan mencari terus. Harapannya cuma satu, sembuh.

Namun singkat cerita, jemaat ini semakin mengalami kondisi yang kritis. Kanker yang ada pada tubuhnya semakin menyebar ke mana-mana. Ia menyebar ke dalam organ-organ yang vital. Oleh karena kondisinya yang sangat kritis, maka dokter pun memutuskan agar ia dirawat di ICU (Intensive Care Unit). Di sanalah, di ruang ICU, jemaat tersebut terbaring lemah. Hidung dan mulut telah dipasang dua selang. Di kedua selang itu masih dipasangi selang-selang lain dengan fungsi dan tujuan yang berbeda-beda. Saat ini ia hanya bisa melek sesekali. Kebanyakan ia tidak sadarkan diri. Sungguh memedihkan hati melihat jemaat tersebut.

Apa yang ada dalam pikiran saya ketika melihat peristiwa itu? Banyak. Salah satu yang hari ini saya ingin share adalah mengenai pergumulan etis-teologis. To the point saja, pikiran euthanasia (mercy killing) pasif pun muncul dalam benak keluarga, termasuk dalam benak saya. Dari pengalaman yang demikian, saya berpikir bahwa situasi seperti inilah yang seringkali membuat orang untuk berpikir mengenai euthanasia. Keluarga merasa kasihan dengan si pasien yang adalah anggota keluarganya sendiri.

Terus terang, sebelum saya menerima pengalaman pelayanan ini, saya bersikukuh untuk berkata "tidak" pada euthanasia, baik pasif maupun aktif. Tapi setelah menerima pengalaman ini, maka saya tidak tahu apa yang harus dikatakan mengenai isu tersebut. Entahlah . . . satu sisi saya bersyukur karena pengalaman ini justru akan memperkaya diskusi dalam alam berpikir saya. Sebuah diskusi antara etika Kristen dan pengalaman di lapangan. Saya yakin bahwa orang yang hanya tahu teori etika Kristen tanpa ada pengalaman, maka ia akan menjadi orang yang kaku dan susah untuk menjadi relevan. Di sisi yang lain, pergumulan antara etika Kristen dan pengalaman telah membuat saya untuk tidak berani menjawab atas isu euthanasia. Padahal, suatu saat, entah kapan, saya sebagai seorang hamba Tuhan harus tetap memiliki jawaban. Tapi saat ini, itulah jawaban saya: tidak berani menjawab.

Ah entahlah, saya sendiri pun masih dalam perjalanan. Saya belum sampai. Saya adalah seorang yang terus mencari dan mencari terus. Semoga perjalanan saya tetap dapat menjadi berkat buat pembaca. Sang Ti cu fu ni!

No comments: