Friday, April 20, 2007

CONTOH KASUS 2

Teror Cho Seung-Hui berlanjut. Meski tubuhnya sudah terbujur kaku di rumah sakit, pembantai 32 mahasiswa dan dosen di Kampus Virginia Tech, Senin pagi (16/4), itu kini meneror seluruh dunia dengan pesan pernyataan, foto, serta video yang dia tinggalkan. Cho mengirimkan pesan itu di sela waktu antara pembantaian di asrama dan ruang kelas di Norris Hall.

Tampaknya, dia berharap pesan tersebut tersiar ke seluruh dunia. Hal itu terlihat dari alamat yang dituju pesan online tersebut. Mahasiswa senior sastra Inggris Virginia Tech asal Korsel itu mengirimkan paket pesan yang berisi 1.800 kata, 43 foto, dan 27 file video ke e-mail Presiden Direktur Stasiun TV NBC News Steve Capus.

Rekaman yang ditayangkan dalam acara NBC Nightly News, Rabu sore (18/4) waktu setempat, tersebut menunjukkan sebelas foto yang menampilkan gambar Cho yang sedang mengacungkan pistol ke kamera. Beberapa foto menunjukkan dia tersenyum. Ada pula yang bermuka masam dan menggeram. Ada foto saat Cho membawa dua senjata, satu senjata di setiap tangannya. Dalam tayangan video itu, dia memakai celana berwarna khaki yang bermotif khas militer, sarung tangan, kaus hitam, sebuah tas punggung, serta sebuah topi baseball hitam.

Sebagian besar pernyataan Cho berisi kata-kata yang membingungkan dan hal-hal bersifat sadis serta cabul. "Kalian memojokkanku dan hanya memberiku satu-satunya jalan (untuk membalas). Keputusan telah kalian buat dan kini kalian akan melihat darah di kedua tanganmu dan tak akan pernah dibersihkan," ungkapnya.

Saat menyampaikan pernyataan itu, Cho memandang kamera secara tajam sambil memegang dua pistol yang digunakan dalam aksinya. Di sekeliling dia terlihat pula beberapa jenis senjata lain. "Sebenarnya, aku tidak harus melakukan hal ini. Aku bisa saja pergi, melarikan diri. Tapi, tidak. Aku tak akan lari lagi. Sekarang bukan lagi tentang diriku. Ini untuk anak-anak, untuk saudara-saudaraku! Aku lakukan ini untuk mereka," ujarnya.

Dalam tayangan video yang ditampilkan, Cho terlihat sangat marah pada lingkungan sekitar. "Apa kalian tahu rasanya menjadi manusia yang disia-sia? Apa kalian tahu rasanya setiap saat dihina dan tidak mampu merasakan kesenangan kalian? Aku yakin, selama hidup, kalian tidak pernah sekalipun merasakan sakit hati itu," kata Cho yang berasal dari keluarga pas-pasan, orang tuanya bekerja sebagai tukang cuci di pinggiran Washington, tersebut. Selanjutnya, dia menceritakan bagaimana dirinya diusir saat mengikuti kelas bahasa Inggris dan harus menjalani rehabilitasi sebagai hukuman.

"Kalian telah menghancurkan hati, memperkosa jiwaku, dan merusak semua kesenanganku. Kalian hanya melihatku sebagai anak menyedihkan yang harus kalian singkirkan. Terima kasih. Kini aku akan mati layaknya Yesus. Aku akan menginspirasi generasi yang lemah dan tak berdaya untuk melawan," tegasnya sambil mengutuk kehidupan mewah di sekitarnya, sedangkan dirinya dan keluarganya harus hidup serba kekurangan sebagai imigran.

"Mobil Mercedes kalian itu tidak cukup. Kalung emasmu, uang-uangmu, itu tidak cukup. Apalagi cognac dan vodkamu, semua milikmu itu tidak cukup untuk mencukupi sikap hedonis kalian. Kalian memiliki semuanya," katanya

Cho juga menyebut nama Eric Harris dan Dylan Klebold. Dua pembunuh sadis tersebut, tampaknya, menginspirasi pemuda pendiam tersebut, sehingga nekat membantai di Kampus Virginia Tech.

Pada 20 April 1999, Eric Harris dan Dylan Klebold membunuh 12 siswa serta seorang guru di Columbine High School. Dua orang itu akhirnya juga bunuh diri setelah aksi tersebut.
(Diadaptasi dari: http://jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=8504).

Pertanyaannya, andaikata Cho tidak melakukan bunuh diri dan saat ini dia sedang berada dalam penjara, maka apa yang Anda lakukan atau katakan ketika berjumpa dengan Cho? Sekali lagi, coba kaitkan dengan pelajaran mengenai orang traumatis.

No comments: