Saturday, February 17, 2007

MEMAHAMI ORANG YANG MENGALAMI TRAUMA


Orang yang mengalami trauma selalu ada di sekitar kita. Mungkin kita bisa melihat kenyataan ini, tapi bisa saja tidak karena orang tersebut menyembunyikannya. Trauma bisa karena tiga hal besar, yaitu: kehilangan properti (harta miliknya), kehilangan proyek (spt. cita-citanya), dan kehilangan orang lain (spt. pasangan hidup, orang tua atau sahabat).

Misalnya saja pengalaman orang-orang yang terkena musibah Tsunami di Aceh beberapa tahun lalu. Banyak di antara mereka mengalami trauma. Karena apa? Karena mereka kehilangan tiga hal besar, sekaligus. Mereka kehilangan rumah dan harta benda di dalamnya (kehilangan properti), mereka kehilangan sawah atau kebunnya (kehilangan proyek), dan yang kemungkinan paling memukul mereka adalah kehilangan orang-orang yang dikasihinya (kehilangan orang lain).

Kenyataan di atas memang merupakan peristiwa heboh yang membuat seseorang trauma. Tapi ini tidak berarti seseorang baru mengalami trauma karena peristiwa seperti di Aceh tersebut. Banyak peristiwa sebenarnya yang dapat membuat seseorang menjadi trauma. Seperti, di PHK, ditinggal kekasihnya karena terserang penyakit, dan gagal dalam melakukan sesuatu. Intinya, bagaimana bila jemaat kita sedang mengalami hal-hal traumatik?

Hal yang pertama dan terutama adalah kita perlu memahami kondisi seorang yang mengalami trauma. Berangkat dari tulisan Anthony Yeo, On Wings of Storm, saya akan menyarikan tiga gejala umum dari seorang yang traumatik agar kita dapat memahaminya.

Sensitifitas yang tinggi
Gejala ini seringkali terjadi pada orang-orang yang mengalami trauma. Mereka menjadi terlalu sensitif terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitarnya. Gejala ini biasanya diikuti dengan perilaku hiperaktif, melakukan pekerjaan yang menggila, mudah mengalami ketakutan, mudah marah terhadap hal-hal kecil, dan merasa kesepian. Dan, hal yang paling mengganggu adalah kekurangan istirahat. Hal inilah yang bisa menggiringnya pada gejala insomnia.

Ingatan yang mengganggu
Gejala dominan berikutnya adalah ingatan yang mengganggunya di mana orang tersebut merasa bahwa dirinya seolah-olah sedang mengalami kembali peristiwa traumatis tersebut. Hal ini dapat terjadi meski orang tersebut tidak bermaksud untuk mengingat peristiwa traumatis tersebut. Ingatan mengganggu seperti demikian juga dapat dialaminya ketika ia sedang bermimpi dalam tidurnya. Selain dalam tidur, ingatan mengganggu seperti ini juga dapat muncul kembali ketika bertemu dengan orang lain yang mengalami trauma oleh karena peristiwa yang sama dengannya.

Perilaku yang menghindar
Sangat umum sekali kita mendengar orang lain yang mengatakan bahwa dirinya ingin meninggalkan semua hal di belakang, melupakan semua hal yang pernah terjadi, dan menolak untuk membicarakan peristiwa traumatik tersebut. Gejala seperti ini dapat disebut sebagai perilaku yang menghindar dari seorang yang mengalami trauma.

Bila kita ingin menolong orang-orang yang mengalami trauma, maka tidak bisa tidak kita harus memahami gejala yang dialami orang tersebut. Bila kita tidak memahami, maka seringkali kita menjadi “guru”, bukan sebagai teman seperjalanan bagi mereka dalam melewati masa-masa traumatisnya. Padahal, mereka membutuhkan teman seperjalanan daripada seorang guru.

No comments: